Friday, June 10, 2016

Jangan Meratap! Bangun dan Melangkahlah


Jangan Meratap! Bangun dan Melangkahlah












Meratapi nasib berlama-lama hingga keluar air mata darah hanya akan memperburuk keadaan. Tak akan ada yang berubah. Mengubah nasib tidak dapat dengan keluh kesah, ratap tangis, ataupun bermenung dan melamun sepanjang hari. Karena itu, berhentilah melamun. 

Bangun dan melangkahlah!  Bukankah ada peribahasa yang mengatakan ”A thousand miles of a journey, begin with one step?”. Sejauh apa pun hasrat hati untuk melanglang buana, selalu harus dimulai dengan langkah pertama. Tanpa melangkah, kita akan terpaku dan terpancang di tempat. Artinya, tidak akan ada yang berubah selama kita tdak mau melangkah. Karena itu, cara efektif untuk mengubah nasib adalah dengan jalan mulai melangkah.

 Langkah Pertama: melangkah, artinya menapakkan kaki untuk maju. Melangkah untuk menghadapi segala problema hidup, betapa pun pahit dan getirnya. Inilah langkah awal dari cara untuk mengubah nasib. Jangan lari dari kenyataan karena orang yang lari dari kenyataan hidup, berarti sudah kalah total. Dan hidup ini adalah sebuah petarungan. Siapa yang kalah total, tidak lagi berhak mendapatkan kesempatan untuk memenangkan pertarungan. 

Langkah Kedua: pahami bahwa di dunia ini tak akan ada yang mampu menggubah nasib kita, kecuali diri sendiri sendiri. Dalam kalimat lain, jangan mempercayakan nasib kita di tangan orang lain karena masing-masing orang bertanggung jawab atas dirinya sendiri. Always be your self. Yakinkan diri bahwa di mana ada kemauan, pasti di sana akan ada jalan. Yakinkan diri bahwa sesudah malam, pasti akan datang pagi dan mentari akan bersinar lagi,

 Langkah Ketiga: menyakinkan diri kita bahwa kalau orang lain bisa sukses, kita pun bisa. Mengubah persepsi tentang hidup berarti mengubah sikap mental, maka perilaku juga akan berubah. Jangan pernah menyerah, apalagi sampai putus asa karena bila orang sudah putus asa, berarti sudah menutup jalan hidupnya sendiri. Dan tak akan ada orang yang dapat menolong, Ibarat orang tidak bisa menolong orang yang tenggelam bila yang bersangkutan sendiri tidak mau ditolong.

Langkah Keempat: berhentilah melecehkan diri sendiri. Kalau kita tidak bisa menghargai diri sendiri, bagaimana pula orang lain bisa menghargai kita. Ada seribu alasan untuk tidak mau berubah: saya sudah tua, saya bukan sarjana, saya masih terlalu muda, saya tidak punya modal, saya kurang sehat, tidak ada yang mendukung saya dan seterusnya. Namun, hanya ada satu alasan untuk berubah, yakni ‘saya mau mengubah nasib!” Jangan terpana pada urusan sarjana ataupun tidak. Tengok bukti dan fakta dalam kehidupan bahwa orang-orang yang sukses bukanlah orang yang luar biasa dan bukan juga orang yang menyandang title berlapis-lapis, tapi adalah orang biasa biasa saja, namun memiliki tekad yang luar biasa 

Langkah Kelima: Setiap manusia harus memiliki cita-cita atau impiannya masing-masing karena orang yang hidup tanpa cita-cita adalah ibarat berjalan tanpa tujuan. Tentukanlah target yang ingin kita capai. Hal ini akan menjadi motivasi diri. Karena motivator terbaik di dalam hidup ini adalah diri kita sendiri. Seperti kata Bung Karno, "Gantungkanlah cita-citamu setinggi bintang-bintang di langit." Kendati kelak kita tidak sampai ke langit, minimal kita sudah berubah. 

Langkah Keenam: Do it now! Lakukanlah sekarang! Jangan membiasakan diri untuk menunda karena menunda akan memperlemah kemauan kita untuk melakukannya. Menunda berarti menutup peluang bagi diri sendiri. Menunda berarti juga meniadakan kesempatan untuk berubah. Jangan lupa, terkadang kesempatan hanya datang sekali saja dalam hidup ini. Bila kesempatan itu diabaikan, seumur hidup belum tentu kesempatan yang sama akan dapat diperoleh lagi. 

Langkah Ketujuh: Memahami dan menghayati bahwa pada nasib kita akan tergantung juga nasib keluarga kita. Oleh karena itu, bila kita menyia-nyiakan kesempatan untuk mengubah nasib dan kelak keluarga kita hidup menderita, hal itu adalah karena kesalahan kita. Ada pepatah kuno yang tetap up to date untuk disimak dan dijadikan pedoman, yakni “sesal dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna”. 

B.B.M. 

Kesimpulan bahwa secara singkat kesemuanya bermuara pada B.B.M. Yakni 
1.Berkerja keras dan pantang menyerah 
2.Berdoa 
3.Menunggu dengan sabar 
Catatan Penulis: tulisan ini adalah inti sari dari biografi pribadi dari penulis artikel ini. Tujuh tahun hidup sengsara dan menderita lahir batin, tak ada sahabat dan kerabat yang mendekat. Berkat kerja keras dan tak pernah menyerah, akhirnya dengan penuh rasa syukur kepada Tuhan, kami sekeluarga kini dapat menikmati hidup layak. Suatu hal yang menurut logika manusia mungkin dianggap mustahil bagaimana seorang penjual kelapa bisa mengubah nasibnya menjadi pengusaha dan kini menikmati hidup di tengah kasih sayang anak-anak, mantu, dan cucu-cucu serta mantu cucu kami. Sungguh Mahabesarlah Tuhan! 

Semoga ada manfaatnya 

Western Australia, 10 Juni, 2016 
Tjiptadinata Effendi

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/tjiptadinataeffendi21may43/jangan-meratap-bangun-dan-melangkahlah_575a2c2a84afbd9504b34b32

Menko Rizal Ramli: Abad 21 adalah Abad Asia (Paradigma Baru Archipelagic State)


Rizal Ramli Menghadiri World Ocean Conference di Lisboa

“Jika kita ingin menjadi bangsa pemenang, bangsa yang disegani, bangsa yang dihormati, di kawasan ini dan dunia, kita harus memiliki kekuatan maritim yang kuat. Termasuk kapal-kapal dagangnya, kapal-kapal perikanannya. Siapa yang menguasai laut, akan menguasai dunia,” Rizal Ramli
Presiden Jokowi, 20 Oktober 2014 menyatakan bahwa Samudra, laut, selat dan teluk adalah masa depan peradaban kita”.
Seruan dan ajakan presiden Jokowi tersebut menandai gerak perubahan paradigma negeri kepulauan yang selama ini telah lama memunggungi lautnya.
Bagi sebagian diantara kita, melihat dan mendefinisikan Indonesia sebagai negara kepulauan berpangkal pada pandangan bahwa Indonesia adalah negeri kepulauan dengan jumlah kepulauan sekian belas ribu dan dibatasi oleh lautan yang memisahkannya. Pengertian dan definisi ini menurut saya memiliki kekurangan ketika kita ingin meletakkannya sebagai suatu wilayah teritorial negara dan bangsa yang memiliki kekuatan gerak dinamis dalam sejarah perkembangannya.
Dalam Pidato Kebudayaan yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta, 10 November 2014, Dr Hilmar Farid yang kini menjabat sebagai Dirjen Kebudayaan menyataka bahwa
“Kita perlu narasi sejarah yang tidak sekedar mengagungkan masa lalu tapi bisa menggambarkan pergulatan sosial. Pergulatan kuasa diantara kekuatan sosial, dari masa ke masa. Pergulatan itulah yag membawa kita sampai pada keadaan seperti sekarang. Kita perlu memahami kekuatan apa yang membuat kita secara kolektif bergerak memunggungi laut karena hanya dengan begitu kita bisa memahami apa yang harus dilakukan untuk bergerak ke arah sebaliknya. Inilah fungsi sejarah sebagai kritik.”
“Kita belajar tentang Majapahit, tapi bukan tentang kejayaannya di masa lalu, melainkan mengenai pergulatan kekuatan yang memungkinkannya muncul sebagai kerajaan yang besar dan kemudian runtuh sehingga menimbulkan arus balik yang hebat dalam sejarah. Kita belajar tentang pelaut Mandar bukan sekedar untuk mengagumi kehebatannya berlayar tapi untuk memahami bagaimana mereka bisa bertahan hidup sebagai komunitas matirim di tengah gerak memunggungi laut yang semakin menguat. Kita belajar tentang orang Bajo dan Suku Laut bukan karena keunikan sejarah dan budaya mereka yang terkesan eksotik, tetapi karena dalam pandangan dunia merekalah kita bisa menemukan landasan untuk membayangkan negeri maritim di masa mendatang.”

Archipelagic State: Negara Laut yang Ditaburi Pulau-Pulau
Negara kepulauan, yang merupakan serapan dari archipelagic state, dalam bahasa asalnya dari Yunani : arch (besar, utama) dan pelagos (laut). Menurut maestro sejarah maritim Asia Tenggara, Adrian Bernard Lapian, archipelagis state sebenarnya harus diartikan sebagai “negara laut utama” yang ditaburi pulau-pulau, bukan negara pulau-pulau yang di kelilingi laut.
“Dengan demikian paradigma perihal negara kita seharusnya terbalik, yakni negara laut yang ada pulau-pulaunya”, Adrian B Lapian dalam buku Orang Laut, Bajak Laut dan Raja Laut”.

Poros Maritim Dunia
Jauh sebelum kedatangan orang-orang Eropa ke negeri kaya rempah ini, pelaut-pelaut negeri ini telah menguasai laut dan tampil sebagai penjelajah samudra. Catatan sejarah Tiongkok dan musafir dari Timur Tengah meyebutkan penjelajahan laut yang dilakukan nenek moyang bangsa Indonesia.
Menurut Robert Dick-Read, seorang Afrikanis yang menulis buku “Penjelajah Bahari: Pengaruh Peradaban Nusantara di Afrika (2008)”, para penjelajah laut dari Nusantara diperkirakan sudah menjejakkan kaki mereka di Benua Afrika melalui Madagaskar sejak masa-masa awal tarikh Masehi.
Jadi, jauh sebelum Cheng Ho dan Columbus melakukan pelayaran yang fenomenal ke berbagai belahan dunia hingga ke negeri ini, para penjelajah laut Nusantara bisa dikatakan sudah melintasi sepertiga bola dunia.
Menurut catatan Oliver W Wolters (1967) dalam kompas.com menunjukkan bahwa hubungan perdagangan melalui laut antara Indonesia dan China—juga antara China dan India Selatan serta Persia—pada abad V-VII, terdapat indikasi bahwa bangsa China hanya mengenal pengiriman barang oleh bangsa Indonesia.
Dalam “Tradisi Besar yang Dilupakan”, kompas.com mencatat bahwa seorang pengelana dari China,I-Tsing, yang banyak menyumbang informasi terkait masa sejarah awal Nusantara, secara eksplisit mengakui peran pelaut-pelaut Indonesia. Dalam catatan perjalanan keagamaan I-Tsing (671-695 Masehi) dari Kanton ke Perguruan Nalanda di India Selatan disebutkan bahwa ia menggunakan kapal Sriwijaya, negeri yang ketika itu menguasai lalu lintas pelayaran di ”Laut Selatan”.
Pergaulan dengan dunia internasional yang terjalin pada era kerajaan di nusantara ini setidaknya juga dapat kita temui dalam sejarah yang berkaitan dengan keberadaan relief kapal bercadik yang ada di Candi Borobudur. Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai relief kapal bercadik di Candi Borobudur tersebut, namun jejak peradaban bangsa ini dengan bangsa lain telah lama dijalin dalam sejarahnya.
Dalam konteks ini, Poros Maritim Dunia yang ditetapkan oleh Presiden Jokowi melalui Lima Pilar Poros Maritim layak untuk kita luaskan dukungan dan partisipasi aktifnya dari rakyat Indonesia.
Dalam pidatonya pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-9 East Asia Summit (EAS) tanggal 13 November 2014 di Nay Pyi Taw, Myanmar, Presiden Jokowi menegaskan bahwa Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia sehingga agenda pembangunan akan difokuskan pada 5 (lima) pilar utama, yaitu:
  1. Membangun kembali budaya maritim Indonesia.
  2. Menjaga sumber daya laut dan menciptakan kedaulatan pangan laut dengan menempatkan nelayan pada pilar utama.
  3. Memberi prioritas pada pembangunan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol laut, deep seaport, logistik, industri perkapalan, dan pariwisata maritim.
  4. Menerapkan diplomasi maritim, melalui usulan peningkatan kerja sama di bidang maritim dan upaya menangani sumber konflik, seperti pencurian ikan, pelanggaran kedaulatan, sengketa wilayah, perompakan, dan pencemaran laut dengan penekanan bahwa laut harus menyatukan berbagai bangsa dan negara dan bukan memisahkan.
  5. Membangun kekuatan maritim sebagai bentuk tanggung jawab menjaga keselamatan pelayaran dan keamanan maritim.
Perkembangan Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia
Komitmen dari Pemerintahan Jokowi untuk menempatkan lautan sebagai masa depan bangsa maritim ini dibuktikan dengan dibentuknya kementerian baru dalam kabinetnya. Kementerian Koordinator Bidang Maritim. Komitmen dan konsistensi pemerintahan Jokowi  ini mulai terlihat hasilnya dengan adanya peningkatan jumlah tangkapan ikan oleh nelayan kita paska pemberantasan illegal fishing oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.
Tak berhenti disini, kebijakan pemberantasan illegal fishing melalui penenggelaman kapal tersebut diikuti dengan pembembangunan industri perikanan nasional. Nelayan mulai diberikan modal kerja dan kapalbaru (3.500 kapal hingga 2019). Kesejahteraan nelayan mulai diperhatikan dengan pemberian 1 juta BPJS Kesehatan dan juga BPJS Ketenagakerjaan yang kini sedang dalam proses penyelesaian admnistrasinya.
Kini, setelah hampir 2 tahun sang nahkoda membawa nafas perubahan di negeri maritim ini, beberapa kebijakannya untuk mewujudkan Lima Pilar Poros Maritim telah mulai nampak perkembangannya. Tol Laut yang dibangun sebagai sarana mewujudkan konektivitas antar daerah atau wilayah sudah mampu menurunkan harga kebutuhan pokok masyarakat di Indonesia Timur.
Sementara itu, pilar poros maritim Indonesia dalam bidang diplomasi Internasional, Menko Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli melakukannya dengan berbagai bentuk dari proses koordinasi dengan lembaga dan kementerian terkait ataupun melakukan pertemuan-pertemuan secara langsung dengan Dubes-Dubes dari negara-negara lain.
Sejak dilantik sebagai Menko Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli telah memulai diplomasi maritim dengan Timor Leste mengenai batas teritorial, dengan Malaysia membentuk CPOPC (Dewan Negara-Negara Penghasil Minyak Sawit), dengan Belgia menjajaki kerjasama di sektor pariwisata dan pelabuhan, dengan Swiss menjajaki kerjasama pariwisata, energi hingga transportasi massal.
Tak hanya itu, Menko Rizal Ramli juga telah menjalin berbagai pertemuan di kantornya untuk membangun kerjasama di sektor maritim dengan Dubes China Xie Feng, Dubes Denmark Casper Klynge, Dubes Perancis Corinne Breuze, Dubes Rusia Mikhail Y Galuzin, Duta Besar Jepang Yasuaki Tanizaki, dan banyak tokoh penting lainnya dari mancanegara.
Terakhir ini, Menko Rizal Ramli yang sedang menghadiri Conference of the Ocean at Lisboa, Portugal, menyampaikan gagasan “Sustainable Ocean dan Blue Economy”. Gagasan Menko Rizal Ramli tentang Sustainable Ocean ini pernah ia sampaikan ketika melakukan kunjungan kerjanya di Banyuwangi, 9 April, yang lalu.
“Rakyat harus didorong untuk mencintai laut, karena laut adalah masa depan kita. Oleh karena itu, kita sedang mengembangkan apa yang disebut dengan sustainable ocean,” pesan Menko Rizal Ramli saat penyerahan kartu BPJS Ketenagakerjaan kepada seribu nelayan Banyuwangi di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Muncar, Banyuwangi.
“Sustainble ocean itu di antaranya dengan membuka kampung wisata nelayan yang hijau. Green fishing village. Hal ini untuk mengatasi tak menentunya hasil laut. Kita mendorong adanya penambahan penghasilan bagi nelayan di darat,” tambahnya.
Ya, untuk menjadi bangsa maritim yang besar, kita tak dapat hanya bertumpu semata kepada lautannya saja. Namun juga perlu untuk meletakkan dasar kehidupan masyarakat yang ada di daratan agar dapat mengembangkan perekonomiannya. Disinilah sesungguhnya pepatah “berikan kail bukan ikan” memperoleh kenyataan. Gagasan Menko Rizal Ramli yang selama ini menginginkan pertumbuhan ekonomi rakyat yang produktif akan terbuka jalannya.
Dalam sebuah kesempatan, Menko Rizal Ramli menyatakan bahwa Tol Laut yang digagas oleh Presiden Jokowi bukan hanya bermakna lalu lalang kapal-kapal di perairan nusantara, namun lebih daripada itu Tol Laut adalah terbangunnya konektivitas antar pulau di negeri maritim yang menciptkan pertumbuhan dan menggerak ekonomi di wilayah-wilayah pesisir atau pinggiran. Salah satu kebijakan untuk mendorong dan menggerakkan ekonomi wilayah pinggiran ini adalah keputusan Presiden Jokowi dalam mengembangkan Blok Masela di darat.
Dalam rangka meningkatkan konektivitas antar wilayah, pada akhir tahun 2015 dan awal 2016, pemerintahan Jokowi telah selesai dibangun 27 pelabuhan laut. Pemerintah juga telah selesai membangun 4 Pelabuhan Penyeberangan, 7 Bandara Baru, dan 12 Bandara Pemugaran.  Selain itu, pemerintah juga membangun 68 pelabuhan laut lagi yang tersebar di Maluku, Papua, NTT, dan Sulawesi (Setkab.go.id)

Kebangkitan Bangsa Maritim di Abad 21, Abadnya Asia
Setelah menghadiri Conference of the Ocean at Lisboa, Portugal, 3 Juni 2016, Menko Rizal Ramli menulis status di twitternya @RamliRizal “Dgn penduduk < 1 juta abad 16, tapi kuat maritim, Portugal kuasai Brazil, Angola, Mozambique, Macau, Timtim. Rule the sea, rule the World”.
Menurut saya, apa yang dituliskan oleh Menko Rizal Ramli diatas menyiratkan pesan yang pernah ia sampaikan kepada peserta Ekspedisi Maritim GMT 2016 yang lalu bahwa “Siapa yang menguasai laut, akan menguasai dunia”.
Menko Rizal yang kini juga sedang giat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional ditengah kelesuan ekonomi global melalui pengembangan 10 destinasi pariwisata unggulan, sesungguhnya sedang mengajak kita semua mewujudkan pilar poros maritim yang pertama : membangun kembali budaya maritim Indonesia.
Menko Rizal Ramli yang saya kenal memang sosok yang memiliki pengetahuan luas diberbagai bidang karena hobi membaca buku sejak kecil. Tak ayal ketika berbicara tentang suatu hal, ia sering melengkapinya dengan referensi sejarah. Terang saja, misalnya ketika Menko Rizal Ramli mencanangkan Danau Toba dan Candi Borobudur diantara 10 destinasi pariwisata nasional, ia memberikan referensi sejarah dua tempat itu.
Sejarah negeri lautan yang ditaburi oleh pulau-pulau ini, menurut saya, oleh Menko Rizal Ramli sedang didorong untuk merubah paradigma dalam perannya di pergaulan antar bangsa. Secara geopolitik, posisi Indonesia sebagai negara dengan penduduk terbesar ke 4 di dunia dan posisi geografisnya berada dalam pertemuan dua samudera besar yang merupakan jalur perdagangan utama sejak lama, harus aktif menunjukkan peran strategisnya dalam peradaban dunia di Abad 21 ini.
Membaca beberapa langkah kerja yang dilakukan oleh Menko Rizal Ramli di Kabinet Jokowi sejak dilantik bulan Agustus 2015, layak untuk dikatakan bahwa “di dalam negeri ia membangun fondasi perekonomian rakyat yang menjadi garis keberpihakan Presiden Jokowi, di luar negeri ia membangun diplomasi maritim untuk mengembalikan kejayaan maritim Indonesia”.
Menurut Menko yang memiliki pengalaman internasional sebagai anggota Panel Ahli PBB bersama tiga penerima hadiah Nobel dan lima ekonom terkemuka di dunia ini, “laut adalah sumber makanan, protein, obat-obatan. Laut adalah pertahanan, jalur strategis perdagangan dan international leverage”.
Diplomasi maritim yang dilakukan oleh Menko Rizal Ramli melalui bentuk komunikasistory telling ini mengandung sarat makna tentang paradigma baru yang ia perjuangkan agar bangsa kita tak lagi menjadi bangsa pasar. Menko Rizal Ramli sesungguhnya sedang mengajak kita semua berperan aktif untuk mewujudkan diplomasi maritim untuk menjadi bangsa produktif. Menjadi bangsa maritim seperti era kejayaannya yang berlayar ke belahan dunia lain dengan berbagai komoditi unggulan (rempah) namun tetap menjaga kedaulatannya ditengah-tengah rakyat di dalam negeri.
Menurut saya, melalui partisipasi aktif rakyat yang sadar dan kritis, gagasan ini bukanlah sesuatu yang mustahil. Ya, apa yang disampaikan oleh Menko Rizal Ramli dalam status Twitternya pada 5 Juni kemarin @RamliRizal“Rule the sea, Rule the world: Spanyol, Portugal abad 16. Inggris abad 18 & 19. Amerika abad 20. Abad 21 Abad Asia. Indonesia harus kuasai laut jika ingin digdaya”, saya yakin akan mulai terbuka jalan lebar.

Penulis: Agus Prianto, Mantan Sekjen Liga Mahasiswa Nasional Demokratik (LMND).

Jumlah penduduk Sumatera Utara menurut Kota dan Kabupaten




01.Tebing Tinggi                                  169.786 Jiwa
02.Sibolga                                              94.971 Jiwa
03.Pematang Siantar                            278.055 Jiwa
04.Tanjung Balai                                 165.763 Jiwa
05.Labuhan Batu                                 500.494 Jiwa
06.Labuhan Batu Selatan                    314.486 Jiwa
07.Labuhan Batu Utara                       384.982 Jiwa
08.Langkat                                        1.030.834 Jiwa
09.Mandailing Natal                           462.195 Jiwa
10.Nias                                                149.900 Jiwa
11.Asahan                                           770.250 Jiwa
12.Batubara                                         346.764 Jiwa
13.Dairi                                               318.259 Jiwa
14.Deli Serdang                                1.773.201 Jiwa
15.Humbang Hasundutan                   191.856 Jiwa
16.Karo                                               393.544 Jiwa
17.Binjai                                              269.053 jiwa
18.Gunung Sitoli                                 137.104 Jiwa
19.Medan                                         2.465.469 Jiwa
20.Padang Sidempuan                        225.544 Jiwa
21.Tapanuli Tengah                            353.854 Jiwa
22.Tapanuli Utara                               304.689 Jiwa
23.Toba Samosir                                201.365 Jiwa
24.Nias Barat                                       90.395 Jiwa
25.Nias Selatan                                  355.697 Jiwa
26.Nias Utara                                    137.804 Jiwa
27.Padang Lawas                              254.070 Jiwa
28.Padang Lawas Utara                    263.062 Jiwa
29.Pakpak Barat                                 47.993 Jiwa
30.Samosir                                       141.780 Jiwa
31.Serdang Bedagai                        635.362 Jiwa
32.Simalungun                                903.529 Jiwa
33.Tapanuli Selatan                         299.911 Jiwa

Sumber : Permendagri No.39 Tahun 2015

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

“RULE OF LAW”

DI
S
U
S
U
N

OLEH:
KELOMPOK 6

DEVINDO PURBA
DIKI BAHARI M
RICAD G LINGGA
SENANG HUTABARAT
TAUFIK RAHMAN F


JURUSAN AKUNTANSI







Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Berkah dan Rahmat-Nya sehingga Kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk dan pedoman bagi para pembaca dalam pokok pembahasan Rule of Law”.

            Harapan kami semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan informasi bagi para pembaca. Apabila masih ada penjelasan yang dirasa masih belum menjawab atau sesuai dengan harapan pembaca, kami meminta maaf atas kekurangan makalah ini dan akan lebih menyempurnakannya di lain waktu.
 Akhir kata, kami sampaikan Terima Kasih.

Medan ,    April 2016

        Kelompok 6




DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang.............................................................................................. 4
B.   Rumusan Masalah......................................................................................... 4
C.   Tujuan............................................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN
A.    Pemaparan Rule of Law................................................................................ 5
B.     Beberapa pendapat ahli terhadap Rule Of Law............................................ 5
C.     Fungsi Rule Of Law.......................................................................................7
D.    Prinsip Rule Of Law.......................................................................................8
E.     Syarat-syarat Rule Of Law............................................................................10

BAB III PENUTUP  
A.    Kesimpulan.....................................................................................................11
B.     Daftar pustaka.................................................................................................11





   Bab I
       Pendahuluan
Latar Belakang Masalah
Dalam hakikatnya, sebuah negara memerlukan hukum yang mampu untuk membatasi kegiatan para penyelenggara negara dan masyarakat negara dalam melaksanakan kebebasannya. Tanpa hukum, kebebasan masyarakat dalam sebuah negara tidak dapat untuk diatur dan memicu timbulnya ketidakselarasan antara tujuan hidup bernegara dengan pelaksanaannya. Aturan-aturan yang telah dibuat oleh negara tidak akan berjalan dengan semestinya tanpa adanya unsur penegakkan hukum di negara tersebut. Di negara demokrasi, pemerintah yang baik adalah pemerintah yang menjamin sepenuhnya kepentingan rakyat serta hak dasar rakyat. Oleh karenanya, pemerintah dalam menjalankan kekuasaanya perlu dibatasi agar kekuasaannya tidak digunakan secara semene-mena. Upaya untuk mewujudkan pemerintahan yang seperti itu dituangkan dalam suatu aturan yang biasa disebut konstitusi. Dalam kegiatannya, praktek penegakan hukum harus sesuai dengan prinsip keadilan yang benar. Maka dalam makalah ini akan dibahas mengenai hal-hal yang dapat menciptakan terbentuknya Rule Of Law.

Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Rule of Law?
2.      Apa fungsi dari Rule of Law?
3.       Apa prinsip dasar Rule Of Law?
4.      Apa saja syarat-syarat Rule Of Law?

Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk:
1.      Memberi pengertian tentang Rule Of Law
2.      Menjelaskan fungsi dari Rule Of Law
3.      Mengetahui prinsip dasar Rule Of Law
4.      Mengetahui syarat-syarat Rule Of Law
5.      Sebagai tugas kelompok mata kuliah “Pendidikan Kewarganegaraan”




                 Bab II
         Pembahasan

A. Pemaparan Rule of Law
Berdasarkan bentuknya sebenarnya Rule of Law adalah kekuasaan publik yang diatur secara legal. Berdasarkan subtansi atau isinya Rule of Law sangat berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu negara. Rule of Law dapat dikatakan sebagai bentuk perumusan yuridis dari gagasan konstituanalisme. Oleh karena itu hampir setiap organisasi atau persekutuan hidup dalam masyarakat termasuk negara modern sekarang ini dapat dikatakan mendasarkan pada Rule of Law. Karena hampir semua negara berdaulat dewasa ini kekuasaannya telah diatur secara legal dalam undang-undang dasar. Dengan adanya undang-undang dasar, setiap negara dapat mengatakan mendasarkan diri pada Rule of Law dalam kehidupan kenegaraannya, pemahaman yang berbeda-beda tentang pengaturan kekuaasaan publik melalui undang-undang dasar mengakibatkan timbulnya kesulitan menentukan pengertian Rule of Law secara universal. Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan

B. Pengertian Rule Of Law menurut para ahli
 Menurut Friederich J.Stahl, terdapat 4 unsur pokok untuk berdirinya satu rechstaat, yaitu :
1.      Hak-hak manusia
2.      Pemisahan atau  pembagian kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu
3.      Pemerintahan berdasarkan peraturan-peraturan
4.      Peradilan administrasi dalam perselisihan

Menurut  (Fried Man,1959)  Rule of law merupakan doktrin dengan semangat dan idealisme keadilan yang tinggi. Rule of law dibedakan antara :
1.      Pengertian formal (in the formal sence) yaitu organized public power atau kekuasaan umum yang terorganisasikan, misalnya negara
2.      Pengertian hakiki (ideological sense) erat hubungannya dengan menegakkan rule of law karena menyangkut ukuran-ukuran tentang hukum yang baik & buruk. 
Menurut (Sunarjati Hartono,1982) Tetapi diakui bahwa sulit untuk dapat memberikan pengertian Rule of law, Namun pada intinya tetap sama, bahwa Rule of law ialah harus menjamin apa yang diperoleh masyarakat ataupun bangsa yang bersangkutan dipandang sebagai keadilan, khususnya pada keadilan sosial .
Menurut (Satjipto Raharjo ; 2003) Rule Of Law ialah sebagai suatu institusi sosial yang juga memiliki struktur sosial sendiri serta memperakar budaya sendiri . Rule Of Law tumbuh serta berkembang ratusan tahun seiring dengan pertumbuhan pada masyarakat Eropa, sehingga dapat memperakar sosial serta budaya eropa,yang  bukan institusi netral.

Hitchner yang dikutip Kaelan & Zubaidi (2007:95) menyatakan munculnya keinginan untuk melakukan pembatasan yuridis terhadap kekuasaan,pada dasarnya disebabkan politik kekuasaan yang cenderung korup. Hal ini dikhawatirkan akan menjauhkan fungsi dan peran negara bagi kehidupan individu dan negara. Atas dasar pengertian tersebut maka terdapat keinginan yang sangat besar untuk melakukan pembatasan terhadap kekuasaan secara normatif yuridis untuk menghindari kekuasaan dispotik. Dalam hubungan inilah maka kedudukan konstitusi menjadi sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Konstitusi dalam hubungan ini  dijadikan sebagai perwujudan hukum tertinggi yang harus dipatuhi oleh negara dan pejabat-pejabat pemerintah sekalipun sesuai dengan prinsip government by law, not by man (pemerintah berdasarkan hukum, bukan berdasarkan manusia atau penguasa).
           
Menurut Mustafa Kamal Pasha (2003) Rechtstaat atau negara hukum adalah negara yang peyelenggaraan kekuasaan pemerintahnya didasarkan atas hukum. Di negara yang berdasar atas hukum maka negara termasuk didalamnya pemerintah dan lembaga-lembaga lain dalam melaksanakan tindakan apapun harus dilandasi oleh hukum dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Dalam negara hukum, kekuasaan menjalankan pemerintah berdasarkan atas kedaulatan hukum (supremasi hukum) dan bertujuan untuk menyelenggarakan ketertiban hukum (Winarno,2013:139).

Keadilan harus berlaku untuk setiap orang, oleh karena itu lahirlah doktrin “Rule Of Law”.
Namun diakui bahwa sulit untuk memberikan pengertian Rule of law, tapi pada intinya tetap sama, bahwa Rule of law harus menjamin apa yang diperoleh masyarakat atau bangsa yang bersangkutan dipandang sebagai keadilan, khususnya keadilan sosial (Sunarjati Hartono,1982). Rule Of Law sebagai suatu institusi sosial yang memiliki struktur sosial sendiri dan memperakar budaya sendiri (Satjipto Raharjo ; 2003). Rule Of Law tumbuh dan berkembang ratusan tahun seiring dengan pertumbuhan masyarakat Eropa, sehingga memperakar sosial dan budaya eropa, bukan institusi netral.
      Menurut Philipus M.Hadjon, bahwa negara hukum yang menurut istilah bahasa Belanda rechtsstaat lahir dari suatu perjuangan menentang absolutisme, yaitu dari kekuasaan raja yang sewenang-wenang untuk mewujudkan negara yang didasarkan pada suatu peraturan perundang-undanagan. Oleh karena itu dalam proses perkembangannyarechtsstaat itu lebih memiliki ciri yang revolusioner.
Gerakan masyarakat yang menghendaki bahwa kekuasaan raja maupun penyelenggara negara harus dibatasi dan diatur melalui suatu peraturan perundang-undangan, dan pelaksanaan dalam hubungannya dengan segala peraturan perundang-undangan itulah yang sering diistilahkan dengan Rule Of Law.
      Pengertian Rule Of Law berdasarkan subtansiatau isinya sangat berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu negara. Konsekuensinya setiap negara akan mengatakan mendasarkan pada Rule Of Law dalam kehidupan negaranya, meskipun negara tersebut adalah negara otoriter. Atas dasar alasan ini maka diakui bahwa sulit menentukan pengertian Rule Of  Law secara universal, karena setiap masyarakat melahirkan pengertian yang berbeda-beda. Dalam hubungan ini maka Rule Of Law dalam hal munculnya bersifat endogen, artinya muncul dan berkembang dari suatu masyarakat tertentu.

Dari beberapa pendapat para hali di atas, dapat disimpulkan Rule of Law merupakan suatu legalisme hukum yang mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan system peraturan dan prosedur yang objektif, tidak memihak, tidak personal dan otonom.

C. Fungsi Rule Of Law
Fungsi Rule Of Law pada hakikatnya adalah jaminan adanya keadilan sosial bagi masyarakat. Penjabaran prinsip-prinsip Rule Of Law secara formal termuat dalam pasal UUD 1945 yaitu:
1.      Pasal 1 ayat 3
2.      Pasal 24 ayat 1
3.      Pasal 27 ayat 1
4.      Pasal 28D ayat 1 dan 2





D.Prinsip Rule Of Law
Prinsip-prinsip Rule Of Law terdiri atas 2 jenis, yaitu:

1. Prinsip Formal
Prinsip-prinsip secara formal (in the formal sense) Rule Of Law tertera dalam UUD 1945 dan pasal-pasal UUD negara RI tahun 1945. Inti dari Rule Of Law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakatnya, khususnya keadilan sosial.
Prinsip-prinsip Rule of Law Secara Formal (UUD 1945) adalah sebagai berikut:
1.      Negara Indonesia adalah negara hukum (pasal 1: 3)
2.      Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan serta menjungjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya (pasal 27:1)
3.      Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan sama di hadapan hukum (pasal 28 D:1)
4.      Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan  layak dalam hubungan kerja ( pasal 28 D: 2)
Rule Of Law secara formal yaitu negara yang memiliki ruang gerak sempit. Negara mengurusi hal-hal sedikit, sedangkan pada hal yang banyak terutama dalam kepentingan ekonomi diserahkan kepada rakyat. Negara hanya mempunyai sifat pasif yaitu baru bertindak apabila hak-hak warga negara dilanggar atau ketetiban umum terancam.

2.Prinsip Materiil
Prinsip Materiil Rule Of Law erat kaitannya dengan penyelenggaraan menyangkut ketentuan-ketentuan hukum dalam penyelengaraan pemerintah, terutama dalam penegakan hukum dan implementasi prinsip-prinsip Rule Of Law. Berdasarkan pengalaman berbagai negara danhasil kajian, menunjukkan keberhasilan “the enforcement of the rule of law” bergantung pada kepribadian nasional setiap bangsa. Hal ini didukung kenyataan bahwa Rule of lAw merupakan institusi sosial yang memiliki struktur sosiologis yang khas dan mempunyai akar budaya yang khas pula. Karena bersifat legalisme, maka mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani dengan pembuatan sistem peraturan dan prosedur yang sengaja bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal, dan otonom.



Dari penjelasan tersebut, prinsip-prinsip Rule of Law secara Materiil / Hakiki antara lain adalah:
1.      Berkaitan erat dengan the enforcement of the Rule of Law
2.      Keberhasilan the enforcement of the rule of law tergantung pada kepribadian nasional masing-masing bangsa (Sunarjati Hartono, 1982)
3.      Rule of law mempunyai akar sosial dan akar budaya yang khas
4.       Rule of law juga merupakan suatu legalisme, aliran pemikiran hukum, mengandung wawasan sosial, gagasan tentang hubungan antar manusia, masyarakat dan negara.
5.      Rule of law merupakan suatu legalisme liberal

E. Syarat-Syarat Rule Of Law

Menurut Albert Venn Dicey dalam Introduction to the Law of  the Constitution, memperkenalkan istilah the Rule Of  Law yang secara sederhana diartikan sebagai suatu keteraturan hukum. Menurut Dicey terdapat 3 unsur yang fundamental dalam Rule Of Law, yaitu :
1.      Supremasi aturan-aturan hukum (Tidakadanya kekuasaan sewenang-wenang)
2.      Kedudukan yang sama dimuka hukum (Berlaku bagi setiap orang)
3.      Terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh Undang-undang serta keputusan pengadilan.
  
Suatu hal yang harus diperhatikan adalah bahwa dalam hubungan dengan negara hanya berdasarkan prinsip tersebut, maka negara terbatas dalam pengertian negara hukum formal, yaitu negara tidak bersifat proaktif melainkan pasif. Sikap negara yang demikian ini dikarenakan negara hanya menjalankan dan taat pada apa yang termaktub/tertulis dalam konstitusi semata.
      Dalam hubungan negara hukum organisasi pakar hukum internasional, International Comission of Jurists (ICJ), secara intens melakukan kajian terhadap konsep negara hukum dan unsur-unsur esensial yang terkandung didalamnya.
      Secara praktis, pertemuan ICJ di Bangkok tahun 1965 semakin menguatkan posisiRule Of Law dalam kehidupan bernegara. Selain itu melalui pertermuan tersebut telah digariskan bahwa disamping hak-hak politik bagi rakyat harus diakui pula adanya hak-hak sosial dan ekonomi, sehingga perlu dibentuk standar-standar sosial ekonomi.

Komisi ini merumuskan syarat-syarat pemerintahan yang demokratis dibawah Rule Of Law yang dinamis, yaitu :
1.      Perlindungan konstitusional
2.      Lembaga kehakiman yang bebas dan tidak memihak
3.      Pemilihan umum yang bebas
4.      Kebebasan menyatakan pendapat
5.      Kebebasan berserikat/berorganisasi dan berposisi
6.      Pendidikan kewarganegaraan
      Gambaran ini mengukuhkan negara hukum sebagai welfare state, karena sebenarnya mustahil mewujudkan cita-cita Rule Of Law sementara posisi dan peran negara sangat minimal dan lemah. Atas dasar inilah negara diberikan keluasan dan kemerdekaan bertindak atas dasar inisiatif parlemen.
      Dalam gagasan welfare state, ternyata negara memiliki kewenangan yang relatif lebih besar dibandingkan dengan format negara yang bersifat negara hukum formal saja. Selain itu, dalam welfare state, yang terpenting adalah negara semakin otonom untuk mengatur dan mengarahkan fungsi dan peran negara bagi kesejahteraan hidup masyarakat. Sejalan dengan kemunculan ide demokrasi konstitusional yang tak terpisahkan dengan konsep negara hukum, baik rechtsstaat maupun Rule Of Law, pada prinsipnya memiliki kesamaan yang fundamental serta saling mengisi. Dalam prinsip negara ini unsur penting pengakuan adanya pembatatasan kekuasaan yang dilakukan secara konstitisional. Oleh karena itu, terlepas dari adanya  pemikiran dan praktek konsep negara hukum yang berbeda, konsep negara hukum dan Rule of Law adalah suatu realitas dari cita-cita sebuah bangsa termasuk negara Indonesia.





BAB III
Penutup
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan sebelumnya, dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa Rule Of Law adalah merupakan suatu legalisme hukum yang mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan system peraturan dan prosedur yang objektif, tidak memihak, tidak personal dan otonom. Fungsi dari Rule Of Law adalah menjamin teciptanya sebuah keadilan sosial dalam mesyarakat, yang mana di Indonesia terdapat pada Undang-Undang Dasar 1945 pada pasal 1 ayat 3, Pasal 24 ayat 1, Pasal 27 ayat 1, dan Pasal 28D ayat 1 dan 2.
Prinsip-prinsip yang terdapat pada Rule Of Law dibagi atas 2 jenis, yaitu secara formal (berisi bagaimana peran negara atas hukum) dan secara materiil (berisi penyelenggaraan atas hukum yang ada). Syarat sebuah Rule of Law terdapat pada isi pembahasan International Comission of Jurists (ICJ) di Bangkok yang merumuskan syarat-syarat pemerintahan yang demokratis dibawah Rule Of Law yang dinamis, yaitu perlindungan konstitusiona, lembaga kehakiman yang bebas dan tidak memihak, pemilihan umum yang bebas, kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan berserikat/berorganisasi dan berposisi, dan pendidikan kewarganegaraan.





B. Daftar Pustaka
Buku:
Pasaribu,P.2016.Pendidikan Kewarganegaraan.Unimed Press,Medan.
Internet:
1.      2008.,Rule Of Law.makalahkumakalahmu.wordpress.com.Diakses pada tanggal 1 April 2016.
2.      Wardani,I.2014., Makalah Rule Of Law.130910202009.blogspot.co.id. Diakses pada tanggal 1     April 2016.
3.      Setiawan,P.2015., Pengertian dan Prinsip Rule of Law Menurut para ahli.www.gurupendidikan.com. Diakses pada tanggal 1 April 2016.
pangeranarti.blogspot.co.id
4.      Kurniawati,W.2013.,Rule Of Law dan Negara Hukum.hesourthborneo22.blogspot.co.id.Diakses pada tanggal 1 April 2016.
5.      Beny,S.2013., makalah hak asasi manusia dan Rule of Law.makalahhamdanruleoflaw.blogspot.co.id. Diakses pada tanggal 1 April 2016
6.      Pardiati,D.2015.,makalah pancasila Rule Of Law.detilfajar.blogspot.co.id. Diakses pada tanggal 1 April 2016.
7.      Darmawan,T.2015.,makalah pendidikan kewarganegaraan (1)- Rule of Law.theresiaaaw.blogspot.co.id.Diakses pada tanggal 1 april 2016.
8.      Eka,Y. 2014., makalah pendidikan kewarganegaraan “Rule Of Law”.yanuariaeksa.blogspot.co.id. Diakses pada tanggal 1 April 2016